Menurut Zaenal Arifin, Kepala Pusat penelitian Oseanografi
LIPI, 5 persen terumbu karang berkategori sangat baik, 25 persen baik, 30
persen sedang, dan 31,5 persen rusak.
“Kerusakan terumbu ini terjadi di kota-kota besar yaitu
Jakarta, Kepulauan Seribu, Makassar, Surabaya, bahkan Ambon,” kata Zaenal di
Jakarta, 24 November 2011. “kerusakan terumbu bisanya diakibatkan oleh faktor
ulah manusia,” ucapnya.
Zaenal menyebutkan, manusia menangkap ikan dengan
menggunakan bahan peledak. Selain itu, kualitas air yang buruk juga mengakibatkan
terumbu karang sulit tumbuh. “Perubahan iklim juga berpengaruh pada tingkat
keasaman air laut, sehingga terumbu karang berkurang,” ucapnya.
Menurut Zaenal, efek gas rumah kaca juga secara tidak
langsung mengakibatkan spesies yang hidup di sekitar terumbu karang dapat
punah. Suhu air, salinitas, sangat mempengaruhi percepatan pertumbuhan terumbu
karang.
Malah, menurut Zaenal, kerusakan yang diakibatkan oleh
faktor kualitas air bisa bersifat lebih massif dibandingkan dengan faktor bahan
peledak. “Kalau air bisa massif seluruhnya. Tapi kalau dinamit hanya beberapa
bagian saja,” ujarnya.
“Kualitas air bisa dipengaruhi oleh kekotoran air yang
diakibatkan oleh sampah yang akhirnya terbawa ke laut,” kata Zaenal. “Dan yang
tak kalah penting yakni menjaga ekosistem di sekitar terumbu karang
untukmembuat terumbu karang dapat cepat tumbuh, pelestarian Mangrove,”
ucapnya.
Mangrove, kata Zaenal, dapat mengurangi tekanan pada terumbu
karang. “Intinya, jika ekosistem rusak, terumbu terancam,” sebutnya. Sejauh
ini, berdasarkan penelitian LIPI pada 2010, luas terumbu karang di Indonesia
mencapai 19.500KM persegi.
0 comments:
Posting Komentar